Warisan tersebut adalah ilmu agama, yang merupakan peninggalan para nabi kepada umatnya. Hanya sedikit orang yang mau mengambil warisan tersebut, lebih-lebih lagi di masa kini. Merekalah para ulama, orang-orang yang memiliki sifat “tamak” dalam mendapatkan warisan nabi. Tidakkah kita ingin meniru mereka?
Di samping sebagai perantara antara diri-Nya dengan hamba-hamba-Nya, dengan rahmat dan pertolongan-Nya, Allah subhanahu wa ta’ala juga menjadikan para ulama sebagai pewaris perbendaharaan ilmu agama sehingga ilmu syariat terus terpelihara kemurniannya sebagaimana awalnya. Kematian salah seorang dari mereka mengakibatkan terbukanya fitnah (ujian) besar bagi muslimin.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan hal ini dalam sabdanya yang diriwayatkan Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash, Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)
Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah mengatakan bahwa asy-Sya’bi berkata, “Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ilmu menjadi satu bentuk kejahilan dan kejahilan itu merupakan suatu ilmu. Ini semua termasuk dari terbaliknya gambaran kebenaran (kenyataan) di akhir zaman dan terbaliknya semua urusan.”
0 Comments